NOMOR 2 TAHUN 2011
TENTANG
PENGGUNAAN DAN PEMBIAYAAN JASA TELEKOMUNIKASI
DI LINGKUNGAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:a.bahwa seiring dengan perkembangan teknologi informasi
dan komunikasi, maka Polri perlu terus mengembangkan inovasi dan
inisiatif untuk mempercepat dan mempermudah pelayanan Polri dalam
pemeliharaan Kamtibmas, penegakan hukum, serta pelindung, pengayom dan
pelayan masyarakat;
b.bahwa
untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, transparansi, akuntabilitas
Polri kepada masyarakat menuju pelayanan prima berbasis teknologi
informasi dan komunikasi, maka diperlukan sarana telekomunikasi
elektronika memadai yang terdukung oleh anggaran/pembiayaan;
c.bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf
b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia tentang Penggunaan dan Pembiayaan Jasa Telekomunikasi di
Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
Mengingat:1.Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999
tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881);
2.Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4168);
3.Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
4.Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
5.Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000
tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3980);
6.Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia;
Menetapkan:PERATURAN
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGGUNAAN DAN
PEMBIAYAAN JASA TELEKOMUNIKASI DI LINGKUNGAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA.
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
1.Kepolisian
Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat Polri adalah alat
negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman,
dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan
dalam negeri.
2.Jasa Telekomunikasi adalah seluruh layanan yang disediakan oleh penyedia jasa telekomunikasi kepada publik.
3.Penggunaan
Jasa Telekomunikasi di lingkungan Polri adalah pemanfaatan layanan
telekomunikasi yang disediakan oleh penyedia jasa telekomunikasi dalam
rangka mendukung pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Polri.
4.Pembiayaan
Jasa Telekomunikasi di lingkungan Polri adalah biaya yang timbul akibat
pemanfaatan layanan telekomunikasi dalam rangka mendukung pelaksanaan
tugas pokok dan fungsi Polri.
5.Sambungan Integrated Service Digital Network yang selanjutnya disingkat ISDN adalah suatu sistem telekomunikasi layanan antara voice, data dan/atau video (multimedia) diintegrasikan ke dalam suatu jaringan, yang menyediakan konektivitas digital ujung ke ujung untuk menunjang pelayanan yang lebih luas.
6.Saluran Telepon Tetap adalah saluran telepon yang menggunakan kabel atau tanpa kabel (nirkabel) yang ditempatkan secara tetap.
7.Saluran
Telekomunikasi Bergerak yang selanjutnya disingkat selular adalah
saluran telekomunikasi yang bersifat nirkabel yang digunakan secara
bergerak dan/atau nomadik.
8.Akses
Internet adalah layanan jaringan telekomunikasi yang memberikan akses
ke internet global dengan menggunakan perangkat elektronik yang
tersambung melalui Internet Service Provider (ISP).
9.Internet Service Provider yang selanjutnya disingkat ISP adalah penyedia layanan internet yang memiliki lisensi sebagai ISP provider.
10.Virtual Private Network yang selanjutnya disingkat VPN adalah layanan telekomunikasi akses closed user group untuk mendukung layanan suara, data dan/atau video.
11.Transponder Satelit adalah layanan telekomunikasi berupa lebar pita frekuensi (bandwidth) satelit.
12.Public Switch Telephone Network
yang selanjutnya disingkat PSTN adalah jaringan telepon untuk umum yang
menghubungkan pelanggan telepon dengan pelanggan telepon yang lain
melalui sentral telepon.
13.Pencocokan
dan Penelitian yang selanjutnya disingkat Coklit adalah kegiatan
verifikasi bersama terhadap tagihan penggunaan jasa telekomunikasi umum
antara Polri dengan penyedia jasa telekomunikasi.
14.Jaringan Komunikasi organik adalah jaringan komunikasi yang dibangun, dikelola, dan digunakan oleh Polri.
15.Jaringan Komunikasi terrestrial publik adalah jaringan komunikasi umum yang bekerja di permukaan bumi (non satelit).
16.Provider adalah penyedia jasa telekomunikasi umum.
17.Very Small Aperture Terminal yang selanjutnya disingkat VSAT adalah sistem komunikasi satelit dengan kemampuan bandwidth terbatas.
a.sebagai pedoman penggunaan dan pembiayaan jasa telekomunikasi di lingkungan Polri.
b.terwujudnya
ketertiban dalam penggunaan dan pembiayaan jasa telekomunikasi di
lingkungan Polri secara efektif, efisien, transparan dan akuntabel.
PENGGUNAAN SARANA TELEKOMUNIKASI
Bagian Kesatu
Jenis Layanan dan Penggunaan
Pasal 3
a.saluran telepon tetap atau PSTN;
b.saluran telepon selular (Public Land Mobile Network/PLMN);
c.VPN;
d.jaringan akses internet;
e.Dedicated Intellegent Network Access (DINA);
f.ISDN;
g.transponder satelit; dan
h.saluran komunikasi umum satelit.
(1)Jenis layanan saluran telepon tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a berupa:
a.saluran langsung yang terhubung dengan penyedia jasa telekomunikasi; dan
b.saluran cabang melalui private branch exchange (PBX).
b.saluran cabang melalui private branch exchange (PBX).
(2)Fasilitas layanan saluran telepon tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.sambungan internal antar cabang PBX;
b.sambungan lokal;
c.sambungan interlokal melalui operator dan/atau perangkat;
d.sambungan langsung jarak jauh (SLJJ);
e.sambungan ke telepon selular;
f.sambungan internasional melalui operator dan/atau perangkat; dan
g.sambungan langsung internasional (SLI).
b.sambungan lokal;
c.sambungan interlokal melalui operator dan/atau perangkat;
d.sambungan langsung jarak jauh (SLJJ);
e.sambungan ke telepon selular;
f.sambungan internasional melalui operator dan/atau perangkat; dan
g.sambungan langsung internasional (SLI).
(3)Pejabat
Polri yang dapat menggunakan fasilitas layanan saluran telepon tetap
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini.
(1)Jenis layanan saluran telepon selular atau bergerak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b meliputi:
a.Code Division Multiple Access (CDMA); dan
b.Global System Mobile (GSM).
b.Global System Mobile (GSM).
(2)Jenis
layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh Markas Polri
kepada yang belum ada layanan saluran telepon tetap dari penyedia jasa
telekomunikasi dan kepada anggota Polri yang sedang melaksanakan
tugas-tugas khusus.
(1)Jenis layanan VPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c meliputi:
a.VPN dedicated line;
b.VSAT;
c.VPN dial; dan
d.VPN agregator.
b.VSAT;
c.VPN dial; dan
d.VPN agregator.
(2)Jenis layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh:
a.Satker pada Mabes Polri;
b.Satker pada Polda;
c.Polres;
d.Polsek yang membutuhkan akses online; dan
e.Pos perbatasan dan tempat lainnya yang dianggap strategis.
b.Satker pada Polda;
c.Polres;
d.Polsek yang membutuhkan akses online; dan
e.Pos perbatasan dan tempat lainnya yang dianggap strategis.
(3)Jenis layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d digunakan oleh:
a.Satker yang telah mempunyai aplikasi dengan kebutuhan bandwidth rendah atau yang berkedudukan di luar LAN intranet Mabes Polri atau Mapolda;
b.Polsek; danc.Polsubsektor.
(4)Alokasi
dan fasilitas layanan VPN pada tingkat Mabes Polri dan satuan
kewilayahan yang tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari peraturan ini.
(1)Jenis layanan jaringan akses internet sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d meliputi:
a.internet protocol (IP) transit;
b.dedicated line modem (DLM);
c.digital subscriber line modem (DSL); dan
d.dial-up modem.
b.dedicated line modem (DLM);
c.digital subscriber line modem (DSL); dan
d.dial-up modem.
(2)Internet protocol (IP) transit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan layanan interkoneksi ke global internet dengan fitur full route border gateway protocol (BGP) Internet dan menggunakan blok IP dan Autonomous System Number (ASN) milik Polri.
(3)Dedicated line modem (DLM) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan layanan akses internet simetris, dengan quality of service (QoS) 1:1.
(4)Digital subscriber line (DSL) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan layanan akses internet asimetris, dengan QoS sama dengan 12-128 Kbps.
(5)Dial-up modem sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan layanan akses internet dengan men-dial nomor tertentu, dengan bandwidth maksimum 52 Kbps tanpa dilengkapi QoS.
(1)Jenis
layanan jaringan akses internet sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(1) huruf a dan huruf b dapat digunakan kepada satuan kerja:
a.tingkat Mabes Polri;
b.tingkat Polda; dan
c.tingkat Polres.
b.tingkat Polda; dan
c.tingkat Polres.
(2)Jenis
layanan jaringan akses internet sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(1) huruf c dan huruf d dapat diberikan kepada satuan kerja:
a.tingkat Mabes Polri;
b.tingkat Polda;
c.tingkat Polres;
d.tingkat Polsek; dan
e.tingkat Polsubsektor.
b.tingkat Polda;
c.tingkat Polres;
d.tingkat Polsek; dan
e.tingkat Polsubsektor.
(3)Alokasi
dan fasilitas layanan jaringan akses internet di lingkungan Polri
tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
peraturan ini.
(1)Layanan DINA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e merupakan sarana komunikasi data online untuk menghubungkan satu titik dengan titik lainnya secara point to point dan mempunyai kemampuan untuk menyalurkan layanan suara, data dan/atau video (multimedia).
(2)Layanan DINA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a.akses point to point dalam negeri; dan
b.akses point to point dengan site yang ada di luar negeri.
b.akses point to point dengan site yang ada di luar negeri.
(3)Jenis layanan DINA sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf a digunakan oleh satuan kerja:
a.tingkat Mabes Polri; dan
b.tingkat Polda.
b.tingkat Polda.
(4)Jenis
layanan DINA sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf b digunakan dalam
rangka mendukung tugas operasi yang berskala internasional.
(1)Jenis layanan ISDN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf f terdiri dari:
a.Basic Rate Access (BRA); dan
b.Primary Rate Access (PRA).
b.Primary Rate Access (PRA).
(2)BRA
merupakan layanan ISDN yang menyediakan dua saluran dengan kecepatan
masing-masing 64 Kbps yang dapat digunakan untuk suara, data dan atau
video serta dilengkapi dengan satu saluran 16 Kbps untuk membangun
koneksi (signalling).
(3)PRA
merupakan layanan ISDN yang menyediakan 30 saluran yang dapat digunakan
untuk suara, data dan atau video serta dilengkapi dengan satu saluran
64 Kbps untuk membangun koneksi (signalling).
(4)Jenis layanan ISDN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh satuan kerja pada Mabes Polri dan Polda.
(1)Jenis layanan transponder satelit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf g meliputi:
a.bandwidth transponder tetap; dan
b.bandwidth transponder on demand yang sifatnya situasional.
b.bandwidth transponder on demand yang sifatnya situasional.
(2)Penggunaan transponder satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.stasiun bumi stasioner merupakan jenis komunikasi satelit yang dipasang di markas Polri;
b.stasiun bumi transportable merupakan jenis komunikasi satelit dengan perangkat melekat secara permanen pada kendaraan angkutnya;
c.stasiun bumi portable (flyaway) merupakan jenis komunikasi satelit yang mudah dipindahpindahkan dan dapat diangkut dengan pesawat komersial; dan
d.stasiun bumi bergerak (on the move) merupakan jenis komunikasi satelit yang dipasang di kendaraan, kapal apung dan pesawat terbang dengan kemampuan online secara bergerak.
(3)Jenis
layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk pelayanan
sistem komunikasi satelit Polri dengan layanan berupa suara, data,
dan/atau video (multimedia).
(4)Jenis layanan transponder satelit digunakan oleh:
a.satuan kerja tingkat Mabes Polri; dan
b.satuan kerja tingkat Polda.
b.satuan kerja tingkat Polda.
(5)Penggunaan jenis layanan transponder satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan pada:
a.area atau daerah yang belum terjangkau oleh infrastruktur telekomunikasi publik; dan
b.kegiatan Polri bersifat situasional yang berskala nasional maupun internasional.
(1)Jenis
layanan saluran komunikasi umum satelit sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 huruf h merupakan sarana komunikasi yang digunakan untuk
mendukung tugas-tugas Polri bersifat situasional yang belum didukung
oleh jaringan komunikasi organik Polri dan jaringan komunikasi
terrestrial publik.
(2)Saluran komunikasi umum satelit meliputi:
a.hand portable;
b.desktop; dan
c.portable.
b.desktop; dan
c.portable.
(3)Pengguna saluran komunikasi umum satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat diberikan kepada:
a.para pejabat yang sedang melaksanakan tugas operasi;
b.personel yang ditunjuk melaksanakan tugas operasi;
c.posko-posko operasi;
d.kendaraan taktis yang sedang melaksanakan tugas operasi;
e.kapal apung yang sedang melaksanakan tugas operasi; dan
f.pesawat udara yang sedang melaksanakan tugas operasi.
b.personel yang ditunjuk melaksanakan tugas operasi;
c.posko-posko operasi;
d.kendaraan taktis yang sedang melaksanakan tugas operasi;
e.kapal apung yang sedang melaksanakan tugas operasi; dan
f.pesawat udara yang sedang melaksanakan tugas operasi.
Perizinan
Pasal 13
a.pemasangan baru berupa instalasi dan aktifasi;
b.jumlah satuan sambungan;
c.peningkatan dan penurunan kapasitas (upgrade and downgrade);
d.pemindahan sambungan; dan
e.pemutusan layanan.
(1)Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 diajukan oleh Kasatker dan/atau pengemban fungsi Teknologi Informasi kepada:
a.Kepala Divisi Teknologi Informasi (Kadiv TI) Polri di tingkat Mabes Polri; dan
b.Kepala Bidang Teknologi Informasi (Kabid TI) di tingkat Polda.
(2)Kadiv
TI Polri berwenang mengeluarkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
atas semua jenis layanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
(3)Kabid
TI Polda berwenang mengeluarkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b atas jenis layanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a
sampai dengan huruf f.
PEMBIAYAAN JASA TELEKOMUNIKASI
Pasal 15
(1)Pembiayaan jasa telekomunikasi, meliputi:
a.pembiayaan rutin; dan
b.pembiayaan kontinjensi (insidentil).
b.pembiayaan kontinjensi (insidentil).
(2)Pembiayaan
rutin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan pembiayaan
terhadap penggunaan jasa telekomunikasi yang sudah tergelar dan/atau
yang menjadi tindak lanjut dari penggelaran jaringan baru.
(3)Pembiayaan
kontinjensi (insidentil) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
merupakan pembiayaan terhadap kebutuhan penggunaan seluruh jenis layanan
jasa telekomunikasi di luar perencanaan yang telah ditetapkan
sebelumnya, meliputi penambahan peralatan dan layanan jasa
telekomunikasi pendukung pada:
a.penanganan bencana;
b.operasi Kepolisian; dan
c.kebijakan pimpinan dalam upaya percepatan pencapaian program.
b.operasi Kepolisian; dan
c.kebijakan pimpinan dalam upaya percepatan pencapaian program.
a.saluran telepon tetap atau PSTN;
b.saluran telepon selular atau PLMN;
c.VPN;
d.jaringan akses internet;
e.DINA;
f.ISDN;
g.transponder satelit; dan
h.saluran komunikasi umum satelit.
(1)Jenis biaya dalam penggunaan jasa telekomunikasi di lingkungan Polri meliputi:
a.biaya pemasangan baru berupa instalasi dan aktifasi;
d.biaya pemakaian jasa telekomunikasi secara tarif tetap.
b.biaya mutasi layanan yaitu meliputi peningkatan kapasitas dan pemindahan perangkat;
c.biaya beban (abonemen) dan pemakaian jasa telekomunikasi; dand.biaya pemakaian jasa telekomunikasi secara tarif tetap.
(2)Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada:
a.DIPA Satker Div TI Polri, untuk pembiayaan rutin di tingkat Mabes Polri;
b.DIPA Satker Bid TI Polda, untuk pembiayaan rutin di tingkat Polda dan jajarannya;
c.anggaran kontinjensi Mabes Polri, yang dikelola oleh Kadiv TI Polri atas persetujuan Kapolri; dan
d.anggaran kontinjensi Polda, yang dikelola oleh Kabid TI Polda atas persetujuan Kapolda.
(3)Dalam hal penambahan layanan baru atau penambahan kapasitas bandwidth
yang tidak melalui persetujuan Kadiv TI Polri atau Kabid TI Polda, maka
biaya yang timbul menjadi beban Satker dan/atau Satwil pengguna.
(4)Dalam
hal penggunaan layanan jasa telekomunikasi melebihi biaya yang telah
ditetapkan sesuai pagu, maka kelebihan tersebut dibebankan kepada Satker
dan/atau Satwil pengguna.
(5)Dalam
hal penggunaan layanan jasa telekomunikasi di luar kepentingan dinas,
maka biaya penggunaannya dibebankan kepada individu pemakai.
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Pasal 18
Pengawasan
(1)Pengawasan terhadap penggunaan dan pembiayaan jasa telekomunikasi dilaksanakan melalui:
a.pengawasan manajerial;
b.pengawasan operasional; dan
c.pengawasan dan pembinaan teknis.
b.pengawasan operasional; dan
c.pengawasan dan pembinaan teknis.
(2)Pengawasan manajerial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilaksanakan oleh:
a.Itwasum Polri, pada Satker Mabes Polri sampai satuan kewilayahan; dan
b.Itwasda, pada Satker Polda dan jajarannya.
b.Itwasda, pada Satker Polda dan jajarannya.
(3)Pengawasan
operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilaksanakan
oleh Kasatker dan Kasatwil sebagai pengguna jasa telekomunikasi.
(4)Pengawasan dan pembinaan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dilaksanakan oleh pengemban fungsi TI:
a.tingkat Mabes Polri oleh Div TI Polri;
b.tingkat Polda oleh Bid TI; dan
c.tingkat Polres oleh Si TI.
b.tingkat Polda oleh Bid TI; dan
c.tingkat Polres oleh Si TI.
(1)Pengendalian terhadap penggunaan dan pembiayaan jasa telekomunikasi dilaksanakan melalui kegiatan:
a.pencocokan dan penelitian data yang diterima dari penyedia jasa telekomunikasi; dan
b.laporan dan evaluasi penggunaan serta pembiayaan jasa telekomunikasi.
(2)Pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh:
a.Div TI Polri pada tingkat Mabes Polri; dan
b.Bid TI Polda pada tingkat Polda.
b.Bid TI Polda pada tingkat Polda.
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 20
(1)Dalam hal terdapat ketentuan yang belum diatur dalam peraturan ini, maka akan diatur dengan peraturan tersendiri.
(2)Dalam
hal terjadi perubahan struktur organisasi Polri, maka penyebutan
organisasi dan jabatan disesuaikan dengan ketentuan yang baru.
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 21
Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Kapolri ini diundangkan dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 Februari 2011
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
TIMUR PRADOPO
Diundangkan di Jakartapada tanggal 21 Februari 2011
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
TIMUR PRADOPO
pada tanggal 2 Maret 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar